SELAIN merupakan lokasi beberapa sekolah tinggi dan universitas seperti Universitas Padjadjaran (Unpad), Universitas Winaya Mukti (Unwim), Institut Managemen Koperasi (Ikopin), dan Sekolah Tinggi Pendidikan Dalam Negeri (STPDN), Jatinangor juga merupakan tempat yang indah dan menarik untuk dilihat dan dipelihara sebagai modal pariwisata, sejarah, dan pendidikan.
BILA kita berjalan kaki dari Jalan Raya Bandung-Sumedang ke arah Sumedang, kira-kira 300 meter sesudah melewati Ikopin, masuk ke kiri, 200 meter dari jalan raya tersebut tampaklah Gedung Rektorat Unwim yang indah seperti gedung-gedung yang dibuat pada awal abad XX. Bangunan ini menggunakan atap yang mencirikan bangunan tradisional Indonesia dan menggunakan teknologi bangunan gaya Eropa. Gaya semacam ini disebut Indo-Eropeesche Architectuur Stijl.
Karena curah hujan yang tinggi dan sinar matahari yang terik, penggunaan atap sangat diperlukan sebagai fungsi pelindung selain sebagai suatu hiasan. Gedung-gedung di Unpad, Unwim, Ikopin, dan Bandung Giri Gahana semuanya bergaya yang sama dengan berbagai variasi. Bila arsitek Belanda tidak memberikan contoh gaya tersebut, bisa jadi kemudian arsitek Indonesia yang memperkenalkan gaya tersebut karena kondisi cuaca yang sangat cocok dengan gaya tersebut.
Berjalan ke utara lagi dari Rektorat Unwim, terdapat sebuah menara yang dibangun dengan gaya romantik dengan hiasan-hiasan di empat sisinya. Penduduk di sekitar Jatinangor menjelaskan bahwa itu adalah menara sirene dan jam yang sampai bangkrutnya kebun karet Jatinangor, memberi tanda waktu bagi penyadap untuk mulai bekerja dan mengambil mangkok lateks yang sudah penuh.
Cultuur Ondernemingen Van Maatschapaij Baud didirikan pada tahun 1841. Menara itu tampak terpelihara dan tidak kelihatan bahwa umurnya sudah 160 tahun. Rumah Baron Baud, pemilik perkebunan Jatinangor dan emplasmen-nya dahulu terletak di sebelah utara menara dan oleh penduduk disebut Loji.
Loji yang didirikan pada tahun 1841 ini telah dibuldoser untuk tempat didirikannya Sport Centre KONI yang terbengkalai. Tembok Loji dibuat tidak menggunakan semen, tetapi dari adukan pasir, kapur, tepung bata, dan tanah kuning. Batanya padat, kurang berpori, dan mampat. Beratnya 2,1 kg dan ukurannya lebih besar sedikit dari bata yang ada sekarang yang beratnya 1,1 kg. Tampaknya, bata yang digunakan untuk membangun Loji dibuat dari tanah yang tidak mengandung humus dan tanahnya lebih dahulu ditumbuk sebelum dicetak menjadi bata.
Dari cerita ayah seorang sumber, bata itu dicuci dan disikat sebelum disusun menjadi tembok pada waktu membangun rumah Baron Baud yang berupa gedung berbentuk huruf L berkamar 13. Seratus meter di sebelah barat menara terdapat dua nisan yang tidak bernama di bawah pohon kihujan, pohon mahoni, dan cemara yang berusia lebih dari 90 tahun. Seseorang telah mengelupas prasasti batu pualam yang menempel pada nisan. Itulah makam Baron Baud, pemilik dan pendiri onderneming dan putrinya, Mimosa. Baron Baud bisa jadi orang Jerman yang menginvestasikan modalnya bersama swasta Belanda.
Menurut cerita, Baron Baud menikah dengan nyai-nyai dari Bogor bernama Ibu Inciah yang makamnya hilang di bawah Gedung Ikopin sekarang. Dari lokasi �Bandung Giri Gahana�, ke arah selatan dapat dilihat Gunung Geulis di sebelah kiri, dataran Rancaekek yang merupakan daerah industri tekstil dan dasar Danau Bandung Purba yang terbentuk 125.000 tahun sebelum Isa Almasehi. Danau itu masih sering digenangi air. Terbentuk ketika Gunung Tangkuban Perahu Purba meletus dan lavanya membendung Sungai Citarum Purba di sebelah utara Padalarang. Danau tersebut mulai mengering pada 5.000 tahun SM.
Di sebelah timur Kampus Unpad terdapat jembatan kereta api Cikuda yang dibangun pada tahun 1918 oleh perusahaan kereta api Kerajaan Belanda SS (Staat Spoorwegen). Jalur transportasi kereta api itu menghubungkan Bandung-Jatinangor-Tanjungsari tersebut digunakan untuk membawa hasil perkebunan. Dalam buku �Wajah Bandoeng Tempo Doeloe� tulisan Haryoto Kunto, dituliskan, jembatan tersebut dinyatakan telah musnah. Saat ini jembatan tersebut digunakan oleh rakyat untuk membawa barang-barang keperluan sehari-hari dan jalan mahasiswa yang mondok di sekitar kampung tersebut untuk menuju ke Kampus Unpad. Di ujung barat dan timur jembatan telah terjadi longsoran-longsoran erosi yang membahayakan berdirinya jembatan tersebut.
Semoga ada perhatian dan modal dari yang berwenang untuk menyelamatkan jembatan, menara sirene, dan makan Baron Baud sebagai peninggalan-peninggalan sejarah, aset pariwisata, dan pendidikan. (Sardjono Angudi/PR-2002)***
Sumber :
Pikiran Rakyat, dalam :
http://www.indonesiaindonesia.com/f/2772-jatinangor-situs-sejarah-indah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar