.

Sabtu, 17 Juli 2010

Jatinangor

Jatinangor adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat, Indonesia.

Nama Jatinangor sebagai nama kecamatan baru dipakai sejak tahun 2000-an. Sebelumnya, kecamatan ini bernama Cikeruh. Nama Jatinangor sendiri adalah nama blok perkebunan di kaki Gunung Manglayang yang kemudian dijadikan kompleks kampus sejumlah perguruan tinggi di sana.
Dari Topografische Kaart Blaad L.XXV tahun 1908 dan Blaad H.XXV tahun 1909 yang diterbitkan oleh Topografische Dienst van Nederlands Oost Indie, telah dijumpai nama Jatinangor di tempat yang sekarang juga bernama Jatinangor. Ketika itu, daerah Jatinangor termasuk ke dalam Afdeeling Soemedang, District Tandjoengsari. Nama Cikeruh sendiri diambil dari sungai (Ci Keruh) yang melintasi kecamatan tersebut. Pada Peta Rupabumi Digital Indonesia No. 1209-301 Edisi I tahun 2001 Lembar Cicalengka yang diterbitkan oleh BAKOSURTANAL masih dijumpai nama Kecamatan Cikeruh untuk daerah yang saat ini dikenal sebagai Kecamatan Jatinangor. Pada beberapa dokumen resmi dan setengah resmi saat ini, masih digunakan nama Kecamatan Cikeruh. Kecamatan ini terletak pada koordinat 107o 45’ 8,5” – 107o 48’ 11,0” BT dan 6o 53’ 43,3” – 6o 57’ 41,0” LS. Kode Pos untuk kecamatan ini adalah 45363.


Klimatologi dan Geografi

Sebagaimana daerah lain di kawasan Cekungan Bandung, iklim yang berkembang di Jatinangor adalah iklim tropis pegunungan.

Titik terendah di kecamatan ini terletak di daerah Desa Cintamulya setinggi 675 m di atas permukaan laut, sedangkan titik tertingginya terletak di puncak Gunung Geulis setinggi 1.281 m di atas permukaan laut. Sungai-sungai penting di Jatinangor meliputi Ci Keruh, Ci Beusi, Ci Caringin, Ci Leles, dan Ci Keuyeup.

Geomorfologi daerah Jatinangor meliputi tiga satuan geomorfologi, yaitu :

Satuan geomorfologi pedataran volkanik, di bagian selatan.
Satuan geomorfologi perbukitan volkanik landai, di bagian utara.
Satuan geomorfologi perbukitan volkanik terjal, di bagian timur.

Geologi daerah Jatinangor terdiri dari tiga satuan batuan (Silitonga, 1972), yaitu :

Satuan hasil gunungapi muda. Berumur Kuarter, didominasi oleh batuan volkaniklastik, tersebar di bagian utara dan tengah daerah Jatinangor. Satuan ini tersingkap baik di aliran Ci Keruh.

Satuan lava gunungapi muda. Berumur Kuarter, didominasi oleh lava, merupakan batuan utama pembentuk Gunung Geulis.

Satuan endapan danau. Berumur Kuarter, didominasi oleh batuan sedimen yang merupakan sisa endapan Danau Bandung, tersebar di bagian baratdaya daerah Jatinangor.

Hidrogeologi daerah Jatinangor meliputi tiga daerah akuifer, yaitu :
Akuifer produktif sedang, berupa akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir, di bagian selatan.

Akuifer produktif sedang, berupa akuifer dengan aliran melalui celahan dan ruang antar butir, di bagian utara.

Airtanah langka atau tidak berarti, berupa akuifer bercelah atau sarang dengan produktivitas kecil atau daerah airtanah langka, di bagian timur.



Pendidikan

Saat ini Jatinangor dikenal sebagai salah satu kawasan pendidikan di Jawa Barat. Pencitraan ini merupakan dampak langsung pembangunan kampus beberapa institusi perguruan tinggi di kecamatan ini. Perguruan tinggi yang saat ini memiliki kampus di Jatinangor yaitu :

Universitas Padjadjaran (UNPAD) di Desa Hegarmanah dan Desa Cikeruh.

Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di Desa Cibeusi. Sebelumnya bernama
Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN).

Institut Koperasi Indonesia (IKOPIN) di Desa Cibeusi.

Universitas Winaya Mukti (UNWIM) di Desa Sayang.

Seiring dengan hadirnya kampus-kampus tersebut, Jatinangor juga mengalami perkembangan fisik yang pesat. Sebagaimana halnya yang menimpa lahan pertanian lain di Pulau Jawa, banyak lahan pertanian di Jatinangor yang berubah fungsi menjadi rumah sewa untuk mahasiswa ataupun pusat perbelanjaan.



Obyek Penting


Beberapa objek penting yang ada di Jatinangor antara lain meliputi objek bersejarah dan objek pariwisata. Objek bersejarah tersebut berupa menara jam di kampus UNWIM dan jembatan Cikuda yang saat ini lebih dikenal dengan sebutan Jembatan Cincin. Dulu jembatan tersebut digunakan sebagai jembatan rel kereta yang menghubungkan jalur kereta dari arah Tanjungsari ke Rancaekek.

Menara jam – yang sering disebut Menara Loji oleh masyarakat sekitar – itu dibangun sekira tahun 1800-an. Menara tersebut pada mulanya berfungsi sebagai sirene yang berbunyi pada waktu-waktu tertentu sebagai penanda kegiatan yang berlangsung di perkebunan karet milik Baron Baud. Bangunan bergaya neo-gothic ini dulunya berbunyi tiga kali dalam sehari. Pertama, pukul 05.00 sebagai penanda untuk mulai menyadap karet; pukul 10.00 sebagai penanda untuk mengumpulkan mangkok-mangkok getah karet; dan terakhir pukul 14.00 sebagai penanda berakhirnya kegiatan produksi karet.

Baron Baud adalah seorang pria berkebangsaan Jerman yang menanamkan modal bersama perusahaan swasta milik Belanda dan pada tahun 1841 mendirikan perkebunan karet bernama Cultuur Ondernemingen van Maatschapij Baud yang luas tanahnya mencapai 962 hektar. Perkebunan karet ini membentang dari tanah IPDN hingga Gunung Manglayang.

Sekira tahun 1980-an lonceng Menara Loji dicuri dan hingga kini kasusnya masih belum jelas; baik mengenai pencurinya, apa motifnya, dan bagaimana tindak lanjut dari pihak berwenang. Bahkan Pemerintah Daerah (Pemda) Sumedang – selaku pihak yang seharusnya mengawasi pemeliharaan cagar budaya – pun tidak tahu-menahu mengenai kelanjutan kisah pencurian itu. Saat ini Menara Loji nampak tidak terurus. Perawatan terakhir menara ini berupa pengecatan ulang yang dilakukan oleh pihak Rumah Tangga UNWIM pada tahun 2000.

Jembatan di Cikuda – yang sering disebut sebagai Jembatan Cincin oleh masyarakat sekitar – pada mulanya dibangun sebagai penunjang lancarnya kegiatan perkebunan karet. Jembatan Cincin dibangun oleh perusahaan kereta api Belanda yang bernama Staat Spoorwagen Verenidge Spoorwegbedrijf pada tahun 1918. Jembatan ini berguna untuk membawa hasil perkebunan; dan pada masanya, jembatan ini menjadi salah satu roda penggerak perkebunan karet terbesar di Jawa Barat.

Sebagaimana halnya dengan Menara Loji, tidak ada satupun instansi yang mau menangani perawatan jembatan bersejarah ini. Baik Pemda Sumedang maupun PT KAI (Kereta Api Indonesia) – dua pihak yang cukup berkepentingan dengan Jembatan Cincin – menyatakan bahwa pemeliharaan Jembatan Cincin tidak termasuk dalam tanggungjawabnya. Menurut PT KAI, jembatan ini tidak pernah diperbaiki karena sudah tidak digunakan lagi. Sedangkan menurut Dinas Budaya dan Pariwisata (Disbudpar) Pemda Sumedang, perawatan bangunan bersejarah tidak termasuk dalam tanggung jawab dinas tersebut karena dinas ini hanya bertugas memperhatikan dan membina nilai-nilai budaya.

Objek pariwisata di Jatinangor antara lain meliputi Bumi Perkemahan Kiara Payung dan Bandung Giri Gahana (Golf and Resor). Walaupun demikian, sebenarnya sebagian besar tanah Bumi Perkemahan Kiara Payung terletak dalam wilayah Kecamatan Tanjungsari. Selain itu, Jalan Raya Jatinangor sepanjang 4,83 km yang menghubungkan Bandung dengan Sumedang merupakan penggalan dari De Groote Postweg (Jalan Raya Pos) yang dibuat oleh Maarschalk en Gouverneur Generaal, Mr. Herman Willem Daendels pada tahun 1808.


Lalu-lintas

Satu hal yang menarik dan menjadi ciri khas Indonesia nampak jelas dalam proses pembuatan jalan raya baru satu arah dari kampus IKOPIN sampai ke gerbang lama UNPAD. Dengan teknologi dan peralatan berat yang tersedia, jalan raya sepanjang sekira satu kilometer ini membutuhkan waktu hingga empat tahun untuk pembuatannya (pertengahan 2005 - pertengahan 2009). Proses pembuatan jalan raya baru ini nampak ditelantarkan jika dibandingkan dengan proses pembuatan dan perbaikan Jalan Raya Pos sepanjang sekira 1.000 km yang hanya membutuhkan waktu satu tahun (Mei 1808 - pertengahan 1809).

Pembuatan jalan raya baru ini dimaksudkan untuk mengurangi kemacetan lalu-lintas yang ditimbulkan oleh kegiatan penduduk Jatinangor. Selain sarana-sarana perbelanjaan yang bertebaran di sepanjang Jalan Raya Pos, Pasar UNPAD pada setiap hari Minggu juga sempat menimbulkan kemacetan parah pada masa lalu.


Referensi

Tia dan Aci, 2004, Saksi sejarah nan Terabaikan. dalam Jatinangor, edisi XIV, tahun VII, September 2004, halaman 15.

Silitonga, P. H., 1993, Peta Geologi Lembar Bandung, Jawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.



Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Jatinangor,_Sumedang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar